Sabtu, 27 Juli 2013

MJIB - 22. MENGENAL WALI PITU (Sab'atul Auliya') DI PULAU BALI *)


Cungkup makam Habib Ali Al-Hamid "Walipitu " di Kusamba Bali




PENGERTIAN WALIPITU BALI
Jika di Jawa diketahui ada istilah Walisongo (Tis’atul Awliya’, sembilan wali), maka di Bali ada istilah Walipitu (Sab’atul Awliya’, tujuh wali). Hanya saja, istilah Walisongo Jawa sudah dikenal ratusan tahun yang lalu, sedangkan Walipitu Bali dikenal dan dipopulerkan beberapa tahun yang lalu, era tahun 1990-an. Selain itu, ada sedikit perbedaan pemahaman tentang kata “wali” dalam istilah Walisongo dan kata “wali” dalam istilah Walipitu.
Kata “wali” sesungguhnya merupakan kependekan dari kata “waliyulloh” (Walinya Gusti Alloh), yang secara umum dapat diartikan sebagai orang sholeh kekasih Alloh yang memiliki kedekatan hubungan dengan-Nya dan memiliki karomah tertentu. 
Pemahaman dan pengertian Walipitu nampaknya mengacu pada pengertian di atas. Dengan demikian, yang dimaksud dengan istilah Walipitu Bali adalah tujuh orang sholeh kekasih Alloh di Bali yang memiliki kedekatan dengan-Nya dan memiliki karomah tertentu, baik semasa hidupnya maupun setelah wafatnya. 
Tentu saja konotasinya berbeda dengan pengertian “Walisongo” di Jawa , dimana kesembilan Waliyulloh ini tidak dipahami sekedar sebagai orang sholeh yang sangat dekat dan dicintai Alloh serta memiliki karomah tertentu, akan tetapi  juga dikaitkan dengan peranan mereka sebagai penyebar Islam terpenting pada awal-awal pertumbuhan Islam di Jawa, dengan dibuktikan oleh sejarah perjalanan hidup dan perjuangan mereka yang sudah jelas dan diakui kebenarannya oleh para ahli sejarah dan masyarakat umum.  Jika istilah “Walisongo” dipahami sekedar sebagai orang sholeh yang sangat dekat dengan Allah dan memiliki karomah, tentu saja jumlah Waliyulloh di pulau Jawa tidak terbatas sembilan orang, tetapi bisa jadi ratusan, bahkan ribuan orang.
Sedangkan pengertian “Walipitu” nampaknya tidak dikaitkan dengan peranan mereka sebagai muballigh atau penyebar Islam terpenting di Pulau Bali. Kalaupun “dipaksakan” untuk dicarikan keterkaitannya, beberapa orang diantara mereka masih belum ditemukan sejarah hidup dan perjuangannya secara jelas lagi diakui oleh ahli sejarah. Oleh karena itu tidak mengherankan jika sebagian kalangan melontarkan “gugatan” atau protes terutama terhadap keanggotaan Walipitu ini, karena beberapa anggotanya dipandang tidak ada keterkaitannya dengan proses penyebaran Islam di pulau Bali, sementara beberapa “tokoh” yang dipandang cukup berjasa dalam penyebaran Islam justru tidak diakomodasi, sebut saja : Kiyai Abdul Jalil, Raden Modin, Syarif Tua Abdullah bin Yahya bin Yusuf bin Abu Bakar bin Habib Husain Al-Gadri, 
Lepas dari pro dan kontra seperti di atas, penemuan “Walipitu di Bali” yang saat ini sudah kadung (terlanjur) populer ini merupakan langkah positif yang perlu mendapatkan apresiasi dan dukungan dari berbagai pihak, mengingat dampak positifnya yang begitu besar terutama bagi kemajuan dan perkembangan industri pariwisata di pulau Bali, atau minimal membangun suatu citra bahwa di tengah kehidupan masyarakat Bali yang mayoritas Hindu ternyata ada Waliyulloh-dan komunitas muslim yang dapat hidup berdampingan dengan umat Hindu secara damai dan penuh toleransi.




PROSES PENEMUAN WALIPITU BALI
Berbeda dengan Walisongo yang sudah dikenal sejak beberapa abad yang lalu, maka istilah Walipitu di Bali baru dikenal dan populer sejak beberapa tahun yang lalu. Tepatnya sejak tahun 1992 M/ Muharram 1412 H oleh KH Toyib Zaen Arifin 1)  bersama timnya dari Jama’ah Akhlaqul Hasanah - Jam’iyyah Manaqiban Al-Jamali Kota Denpasar yang dibinanya, telah mengadakan penelitian dan penelusuran untuk mewujudkan adanya tujuh orang auliya’ (Sab’atul Auliya’) di pulau Bali.
Gagasan, penelusuran dan penemuannya berawal dari isyarat sirri (berupa ilham atau hatif)2)  sebagai hasil dari Riyadhoh yang dilakukan oleh KH Toyib Zaen Arifin pada bebarapa malam (sehabis shalatul lail) bulan Muharram 1412 H/1992 di rumahnya (Sidoarjo). Diantara hatif yang didengarnya berbunyi : “Wus kaporo nyoto ing telata Bali iku kawengku dining pitu piro-piro wali. Cubo wujudno” (Di daerah Bali nyata dihuni oleh tujuh orang Wali. Coba wujudkan). Dan begitu seterusnya hatif di malam-malam selanjutnya.
Persoalannya, siapa yang termasuk hitungan Walipitu Bali?  Dari berbagai sumber yang penulis dapatkan, ada beberapa versi tentang siapa yang termasuk hitungan Walipitu tersebut. Sebagai berikut :

Versi 1 :
1. Habib Ali Bafaqih  
2. Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat  
3. Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghrobi 
4. Habib Ali Bin Abu Bakar bin Al-Hamid 
5. Syech Abdul Qodir Muhammad / Wali Cina 
6. G.A. Dewi Siti Khotijah
7. Habib Ali bin Zainal Abidin Al-Idrus,

Versi 2,  (Sumber: http://mistikus-sufi.blogspot.com/)
1.  Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat  
2. G.A. Dewi Siti Khotijah 
3. Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghrobi 
4. Habib Ali bin Zainal Abidin Al-Idrus
5. Syekh Maulana Yusuf Al-Baghdi Al-Maghrabi
6. Habib Ali Bin Abu Bakar bin Al-Hamid
7. Syech Abdul Qodir Muhammad / The Kwan Lie

Versi 3, (http://dadieditor.multiply.com/journal/item/142/142)
1.  Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat  
2. G.A. Dewi Siti Khotijah /
3. Pangeran Sosrodiningrat
4. Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghrobi 
5. Habib Ali Bin Abu Bakar bin Al-Hamid
6. Syekh Maulana Yusuf Al-Baghdi Al-Maghrabi dan Habib Ali bin Zainal Abidin Al-Idrus
7. Syech Abdul Qodir Muhammad / The Kwan Lie

Versi 4,  (http://zulfanioey.blogspot.com/2010/10/wali-pitu-.html)
1.  Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat  
2. G.A. Dewi Siti Khotijah 
3. Pangeran Sosrodiningrat
4. Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghrobi 
5. Habib Ali Bin Abu Bakar bin Al-Hamid
6. Syekh Maulana Yusuf Al-Baghdi Al-Maghrabi
7. Habib Ali bin Zainal Abidin Al-Idrus

Versi 5. (Buku Sejarah Wujudnya Makam Sab’atul Auliya’, Wali Pitu)
1. Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat
2. Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar Al-Hamid,.
3. Habib Ali bin Zainal Abidin Al-Idrus
4. Syekh Maulana Yusuf Al-Baghdi Al-Maghribi.
5.Habib Umar bin Maulana Yusuf Al-Maghribi
6. The Kwan Lie, Syekh Abdul Qodir Muhammad,.
7. Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih,.



Dari beberapa versi tersebut, urutan penyebutan nama para wali yang termasuk hitungan Walipitu beserta nama makam keramatnya yang akan penulis uraikan berikut ini adalah menurut penuturan dan pendapat KH Toyib Zaen Arifin, dengan alasan bahwa beliau merupakan orang yang pertama kali menggagas dan menciptakan istilah “Walipitu” di pulau Bali, didalam bukunya yang berjudul  Sejarah Wujudnya Makam Sab’atul Auliya’, Wali Pitu di Bali”. Adapun nama-nama ketujuh nama auliya’ ini sebagaimana yang tercantum pada versi 5 di atas. Sedangkan, nama-nama para auliya’ yang disebutkan dalam beberapa versi lainnya (versi ke-1 s/d ke-4), nampaknya mengacu pada bukunya KH Toyib Zaen Arifin di atas.

______________________

*) Diolah dari berbagai sumber


1 ) KH Toyib Zaen Arifin yang lahir di Semarang pada tahun 1925 ini merupakan pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Khoiriyah yang didirikannya pada tahun 1987 di dusun Belahan Wedoro Waru Sidoarjo Jawa Timur. Beliau merupakan Pengasuh dan  Pembina Jama’ah Akhlaqul Hasanah - Jam’iyyah Manaqiban Al-Jamali (Jawa-Madura-Bali) yang berpusat di Jl. Gunung Merbabu Kota Denpasar.  Beliau adalah penggagas ditemukannya Makam Keramat Walipitu di Bali.“
2 ) Hatif“ adalah semacam suara sayup-sayup yang terdengar secara jelas oleh orang yang ahli riadhoh / tirakat, namun tidak tampak siapa yang berbicara. Orang Jawa bilang, “suworo tanpo rupo”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar